Dalam sistem musik Barat dikenal adanya tujuh huruf pertama alfabet yang digunakan untuk mengenal tinggi rendahnya (pitch) nada, yaitu C-D-E-F-G-A-B. Selain menggunakan alfabet, ada juga yang menggunakan sistem angka, yaitu 1-2-3-4-5-6-7 atau do-re-mi-fa-sol-la-si. Namun, angka 1 bukan berarti selalu C, 2 tidak selalu D dan demikian seterusnya. Sistem angka hanyalah terminologi untuk mengenal urutan nada berdasarkan kunci nada yang dipakai. Jika kita menggunakan skala Major dengan kunci C, maka do adalah nada C sedangkan re adalah nada D. Tapi dengan kunci D, do adalah nada D sementara re adalah nada E.
Ke-tujuh nada itulah yang awalnya ditemukan pada era Yunani Kuno sebelum akhirnya dikembangkan pada era berikutnya. Salah satu perkembangan terpenting terjadi pada abad ke 17 adalah ditemukannya lima nada lain (dikenal sebagai accidental). Karena tidak ada huruf lain diantara ke-tujuh huruf yang telah digunakan, akhirnya disepakati dengan simbol “#” (atau sharp yang berarti ‘dinaikkan’) atau simbol “b” (atau flat yang berarti ‘diturunkan’). C# artinya nada C yang dinaikkan sedangkan Db artinya nada D yang diturunkan.
Ke-lima nada accidental adalah C# (atau sama dengan Db), D# (atau Eb), F# (atau Gb), G# (atau Ab) dan A# atau (Bb). Dalam pengucapan di Indonesia, # diucapkan “kres” atau akhiran “is”. C# diucapkan “C kres” atau “Cis”, D# diucapkan “D kres atau Dis”. Sementara symbol “b” diucapkan sebagai “mol” atau akhiran “es”. Db diucapkan “D mol” atau “Des”, Bb diucapkan “B mol” atau Bes”, demikian seterusnya.
Jika dilihat pada tuts di piano atau keyboard/organ, ke-tujuh nada C-D-E-F-G-A-B diwakili oleh tuts yang berwarna putih, sedangkan ke-lima nada accidental diwakili tuts yang berwarna hitam.
Jarak (interval) antara satu nada ke nada berikutnya atau sebelumnya (misalnya C-C#, D-C#, E-F, G#-G, B-C dan seterusnya) disebut “semi-tone” atau setengah not. Sedangkan dua semi-tone disebut “whole-tone” atau sering ditulis dengan “tone” saja dan nilainya sama dengan satu not (misalnya C-D, D-E, E-F#, B-C#, D#-F, C-A#, G-A dan seterusnya). Jarak antara tuts C ke tuts C berikutnya (katakanlah dinamakan C’), demikian juga dari D-D’, D#-D#’, G-G’ dan seterusnya nilainya adalah satu oktaf (octave). Dengan demikian, nada C-D-E-F-G-A-B-C memiliki interval 1-1-0,5-1-1-1-0,5 (lihat diagram keyboard), yang artinya C ke D memiliki jarak 1 nada (ada nada C# diantaranya), demikian juga D ke E (ada nada D#). Selanjutnya, E ke F berjarak 0,5 nada (tidak ada nada antara), sementara F-G, G-A dan A-B berjarak 1 nada. Nada terakhir (B) berjarak 1 nada dengan C.
KET: Dengan berbagai pertimbangan tertentu, interval nada pada web ini menggunakan minimal 1 angka (bukan 0,5). Jadi jarak antar nada berikutnya atau sebelumnya (mis C-C#, C#-D, E-F, B-C) ditulis 1. Sedangkan C-D, D-E, F-G, D#-F, G#-A# dan seterusnya ditulis 2.
Misalnya, interval C-D-E-F-G-A-B-C di atas akan ditulis sebagai 2-2-1-2-2-2-1 (bukan 1-1-0,5-1-1-1-0,5).
Dengan merujuk pada aturan interval ini, maka C-D-E-F-G-A-B-C dapat digambarkan sebagai berikut (lihat juga bagan keyboard sebagai perbandingan):
Dari paparan di atas menunjukkan bahwa skala merupakan serangkaian nada dalam satu oktaf yang memiliki interval tertentu.
Antara Mode dan Skala
Skala dapat ditelusuri awalnya pada jaman Yunani Kuno. Untuk mengenal dan membedakannya, bentuk yang ditemukan diberi nama suku-suku besar yang ada saat itu yakni Dorian, Phrygian, Lydian dan Mixolydian. Skala yang ditemukan tersebut terdiri dari 8 nada (C-D-E-F-G-A-B-C) yang tertulis dalam tatanan menurun (descending order). Skala Dorian dimulai dari nada E, Phrygian dari D, Lydian dari C, dan Mixolydian dari B. Bandingkan tatanan menurun ini (E-D-C-B) dengan tatanan naik (C-D-E-F-G-A-B-C).
Pada Abad Pertengahan, skala-skala tersebut diadopsi oleh para musisi di Gereja Kristen. Namun karena alasan-alasan tertentu, mereka membuat berbagai perubahan: Pertama, mereka membalik urutan yang semula menurun (descending order) menjadi menaik (ascending), yaitu C-D-E-F-G-A-B-C; Kedua, mereka merubah nada dari mana mereka mulai; Ketiga, memperkenalkan istilah “mode” untuk skala. Artinya, Skala Dorian menjadi Mode Dorian dan mulai dari nada D (D-E-F-G-A-B-C); Phrygian dari nada E (E-F-G-A-B-C-D), Mode Lydian dari F (F-G-A-B-C-D-E) dan Mode Mixolydian dari nada G (G-A-B-C-D-E-F). Dari sini tampak tatanan naiknya, yaitu D-E-F-G.
Sementara itu, nada yang dimulai dari C (yang awalnya milik skala Lydian dari Yunani Kuno) dinamai Mode Ionian. Sedangkan nada yang dimulai dari B (yang semula adalah skala Mixolydian pada zaman Yunani Kuno) sekarang dinamai Mode Locrian. Sementara skala yang dimulai dari nada A dinamakan Mode Aeolian.
Mode Ionian : C D E F G A B C
Mode Dorian : D E F G A B C D
Mode Phrygian : E F G A B C D E
Mode Lydian : F G A B C D E F
Mode Mixolydian : G A B C D E F G
Mode Aeolian : A B C D E F G A
Mode Locrian : B C D E F G A B
Sekarang terdapat tujuh Mode yang semuanya memiliki nada C-D-E-F-G-A-B, namun masing-masing dimulai dari nada yang lain. Perbedaan itu menyebabkan mereka memiliki nuansa musik sendiri (atau lebih dikenal sebagai “tonality”) yang tidak sama dengan lainnya. Jika interval pada setiap nada (“modality”) sama, maka ke-7 mode itu tidak akan ada bedanya. Ciri khas itu terbentuk karena ada jarak yang berbeda pada beberapa nada, meskipun penentuan intercal itu sendiri baru ditetapkan pada abad 17 (lihat Gambar 2).
Sejak Abad Pertengahan, sistem Mode telah menjadi sumber melodi utama hingga ditemukannya 5 nada accidental (lihat pembahasan pada halaman sebelumnya). Pada abad 17 berbagai terobosan dalam musik terus dikembangkan, termasuk lahirnya sistem “key signature” yang menetapkan nada pertama sebagai “kunci” atau nada dasar (key-center atau home key) dari mode. Interval antar nada ditentukan jaraknya dari nada dasar ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar