Asal usul Pekalongan
Asal usul nama Kota Pekalongan sebagaimana diungkapkan oleh masyarakat setempat secara turun temurun terdapat beberapa versi. Salah satunya disebutkan adalah pada masa Raden Bahurekso sebagai tokoh panglima Kerajaan Mataram. Pada tahun 1628 beliau mendapat perintah dari Sultan Agung untuk menyerang VOC (Vereenigde Oost Indishe Compagnic/Perserikatan Maskapai Hindia Timur) di Batavia. Maka ia berjuang keras, bahkan diawali dengan bertapa seperti kalong/kelelawar (bahasa Jawa: topo ngalong) di hutan Gambiran (sekarang: kampung Gambaran letaknya disekitar jembatan Anim dan desa Sorogenen).
Dalam pertapaannya diceritakan bahwa Raden Bahurekso digoda dan diganggu Dewi Lanjar beserta para prajurit siluman yang merupakan pengikutnya. Namun semua godaan Dewi Lanjar beserta para pengikutnya dapat dikalahkan bahkan tunduk kepada Raden Bahurekso. Kemudian Dewi Lanjar, yang merupakan utusan Ratu Roro Kidul memutuskan untuk tidak kembali ke Pantai Selatan, akan tetapi kemudian memohon ijin kepada Raden Bahurekso untuk tinggal disekitar wilayah ini. Raden Bahurekso memenuhi permohonan ini bahkan Ratu Roro Kidul juga menyetujuinya. Dewi Lanjar diperkenankan tinggal dipantai utara Jawa Tengah. Konon letak keraton Dewi Lanjar di pantai pesisir Pekalongan persisnya di sebelah sungai Slamaran. Sejak saat itu, daerah tersebut terkenal dengan nama Pekalongan.
Dalam versi lain disebutkan bahwa nama Pekalongan berasal dari istilah setempat HALONG – ALONG yang artinya hasil yang berlimpah. Jadi Pekalongan disebut juga dengan nama PENGANGSALAN yang artinya pembawa keberuntungan. Nama Pengangsalan ini ternyata juga ada dalam babad Mataram (Sultan Agung) , yaitu :
“Gegaman wus kumpul dadi siji, samya dandan samya numpak palwa, gya ancal mring samudrane, lampahe lumintu, ing Tirboyo lawan semawis, ing Lepentangi, Kendal, Batang, Tegal, Sampun, Barebes lan Pengangsalan. Wong pesisir sadoyo tan ono kari, ing Carbon nggertata”.
Artinya : “senjata-senjata telah berkumpul jadi satu. Setelah semuanya siap, para prajurit diberangkatkan berlayar. Pelayarannya tiada henti-hentinya melewati Tirbaya, Semarang, Kaliwungu, Kendal, Batang, Tegal, Brebes dan Pengangsalan. Semua orang pesisir tidak ada yang ketinggalan (mereka berangkat menyiapkan diri di Cirebon untuk berangkat ke Batavia guna menyerbu VOC Belanda)”.
Sejarah Batik Pekalongan
Batik Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800. Namun, perkembangan secara signifikan baru terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan bangsa Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada masa lampau telah mewarnai kasanah perbatikan di Pekalongan, baik motif maupun tat warnanya.
Batik merupakan bagian penting dari warisan budaya Indonesia. Batik Indonesia terkenal di seluruh dunia karena memiliki pola yang rumit, desain yang halus, serta warnanya yang khas. Sebagai kain khas Indonesia, batik sudah diakui sebagai warisan budaya dunia bukan benda oleh UNESCO tahun 2009. Batik Indonesia dinilai sarat dengan teknik serta telah menjadi simbol dan budaya yang berakar dalam kehidupan masyarakatnya. Batik lebih dari sekedar kain, setiap desain memiliki arti simbolik dan memainkan peranan penting dalam ritual sosial dan budaya.
Batik khususnya di Pulau Jawa secara umum dibagi dua kelompok utama, yaitu batik pesisir dari pantai utara Jawa dan batik kesulatanan dari Yogyakarta dan Solo. Batik dari pantai utara Jawa (Pekalongan, Cirebon dan Lasem) mencerminkan lamanya pengaruh asing di daerah ini. Cetakan batiknya menampilkan berbagai pengaruh kaligrafi Arab dan motif bunga Eropa, bunga sakura Jepang, hingga burung merak Persia. Warnanya pun cenderung cerah beragam seperti kuning, merah jambu, ungu muda, dan biru.
Batik Pekalongan adalah batik yang sangat terkenal dan kota Pekalongan sendiri dikenal sebagai kota batik yang mempunyai potensi besar dalam kegiatan pembatikan yang berkembang dengan pesat. Batik juga yang menjadi salah satu penopang perekonomian masyarakatnya.
Batik Pekalongan dihasilkan oleh tangan-tangan terampil dengan polanya unik berwarna variatif cerah dan mencerminkan multibudaya antara budaya lokal dengan budaya Cina, Belanda, Melayu, Jepang, hingga Arab. Keindahan batik pekalongan sudah diakui di seluruh dunia dan sudah diekspor hingga ke Australia, Amerika Serikat, Timur Tengah, Jepang, Korea, dan Singapura.
Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Cina. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain, memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut. Perkembangan batik Pekalongan tidak sepenuhnya dikuasai pengusaha bermodal besar, akan tetapi bertopang pada ratusan pengusaha kecil dan hampir semua dikerjakan di rumah-rumah. Sehingga, Batik Pekalongan ini menyatu erat dengan kehidupan masyarakat. Pekalongan merupakan kota yang paling dinamis dalam mengembangkan batik, karena batik sudah menjadi nafas hidup sehari-hari warga Pekalongan. Kota Pekalongan merupakan industri batik terbesar di Indonesia dan sudah selayaknya kalau dijuluki sebagai Kota Batik.
Motif batik pekalongan datang dari berbagai bentuk, mulai dari motif bunga berwarna cerah sampai motif daun dan kupu-kupu dalam warna flamboyan yang terukir cantik. Batik pekalongan bahkan memiliki hingga 7 warna dengan kombinasi yang dinamis. Salah satunya adalah batik jlamprang yang populer dan telah diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Pekalongan.
Batik dapat dipakai dalam berbagai kesempatan, mulai dari acara resmi, tradisional sampai pesta pernikahan, bahkan kain batik sering digunakan untuk menggendong bayi. Batik bukan lagi kain yang khas melekat pada orang tua, namun kaum muda sudah menjadikan batik sebagai salah satu ikon mode yang wajib dimiliki. Saat ini batik sudah mulai dipakai untuk bekerja secara teratur pada hari tertentu.
Jika Anda ingin berbelanja Batik Pekalongan maka berkelilinglah di Pasar Grosir Setono, Pekalongan yang letaknya persis di tepi jalur pantai utara Jawa. Ada juga di Plasa Pekalongan, Dupan Square, Plaza Grosir, serta Galeri Batik Pekalongan di Jalan Jawa No. 17 A.
Tempat lain di Pekalongan yang wajib Anda datangi adalah Pusat Pertokoan Batik di Jalan Hayam Wuruk, Grosir Batik Gammer di Jalan Dr. Sutomo, serta Pusat Perajin Sutra di Kecamatan Wiradesa Kabupaten Pekalongan sekitar 10 km di sebelah barat Pekalongan.
Batik pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang pada banyak pengusaha kecil. Sejak dahulu, batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah penduduk sehingga menyatu erat dengan kehidupan masyarakatnya.
Pekalongan adalah tempat yang tepat bagi Anda untuk berburu batik beserta aksesorisnya karena Pekalongan adalah gudangnya batik dari mulai batik tulis, cap, maupun printing dengan harga yang bervariasi.
Pekalongan telah dikenal sebagai kota batik dan tempat berbelanja batik seperti juga Cirebon, Yogyakarta, dan Solo. Pekalongan terletak di pantai utara Jawa, sekitar 100 km barat Semarang.
Ciri-ciri Batik Pekalongan
· Ciri-ciri batik Pekalongan adalah memiliki warna dan corak khas yang telah menjadikannya begitu dikenal di nusantara.
· Batik Pekalongan merupakan batik pesisir sama halnya dengan batik Paoman dari Indramayu yan kaya akan warna dan biasanya bersifat naturalis.
· Batik Pekalongan juga banyak dipengaruhi oleh warga pendatan dari bangsa Cina dan Belanda zaman dulu.
· Meskipun ciri-ciri batik Pekalongan mirip dengan batik Yogya atau batik Solo, namun, batik Pekalongan sangat bebas dan menarik karena dimodifikasi dengan banyak variasi warna yang atraktif.
· Kadang banyak dijumpai juga batik Pekalongan yang memiliki hingga 7-8 warna dengan kombinasi yang dinamis.
· Batik Jlamprang adalah salah satu motif batik Pekalongan yang popular dan telah diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Pekalongan.
· Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang pada banyak pengusaha kecil yang sejak dulu dikerajak di rumah-rumah penduduk sehingga menyatu erat dengan kehidupan masyarakatnya.
Jenis Batik Pekalongan
Batik dari daerah Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana cirri khas batik pesisir, ragam hiasnya bersifat naturalis. Dari sekian batik pesisir, batik dari daerah Pekalongan inilah yang sangat dipengaruhi selera serta gaya para pendatang keturunan Cina dan Belanda. Sebagian dari para pendatang ini menggunakan batik sebagai busana sehari-hari dan kebutuhan lain-lainnya seperti Tokwi ( alas meja sembahyang masyarakat Cina ), selendang dan sebagainya. Pekalongan merupakan gudangnya batik dari mulai batik tulis, cap, maupun printing dengan harga yang bervariasi.
Menurut gaya dan selera, serta dilihat dari segi ragam hiasan maupun tata warna, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan :
- Batik Encim, yang dikenal dengan tatawarna khas Cina, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya bisa digolongkan atas tiga jenis ragam hias :
1. Ragam hias buketan, yang biasa memiliki tata warna famille rose, famille verte dan sebagainya.
2. Ragam hias simbolis kebudayaan cina, dengan motif seperti burung hong ( kebahagiaan ), naga ( kesiagaan ), banji ( kehidupan abadi ), kilin ( kekuasaan ), kupu-kupu dan beberapa lagi.
3. Ragam hias yang bercorak lukisan, seperti arakan pengantin Cina. Ada pula ragam hias yang diilhami cerita/dongengan berasal dari kebudayaan Cina. Batik Sam Pek Eng Tay misalnya secara simbolis menggambarkan sepasang kupu-kupu, yang mengisahkan cinta antara dua orang kekasih yang berlainan status, dan cinta mereka yang murni ini ditentang oleh kedua orang tua masing-masing. Kedua kekasih ini akhirnya menempuh jalan untuk mati bersama dan memohon untuk dikuburkan dalam satu liang kubur. Setelah mereka dikuburkan bersama, mereka menjelma menjadi kupu-kupu dan terbang bercumbu-cumbuan dengan penuh kasih saying. Itulah sebabnya pada batik encim ini terlukis sepasang kupu-kupu yang merupakan lambing pernikahan yang bahagia dalam kebudayan Cina.
Kadang-kadang kita menemukan ragam hias parang, kawung, sawat, atau lar yang menunjukan adanya pengaruh dari daerah Solo – Yogya. Pengaruh ini dapat dijumpai pada batik encim, antara lain pada cempaka mulya yang merupakan kain batik untuk pengantin Cina-dapat dilihat berbagai ragam hias parang sebagai latar. Yang sangat menarik dan merupakan kekhasan pula adalah ragam hias tanahan (latar) batik encim dari daerah Pekalongan yang dinamakan Semarangan. Yang termasuk ragam hias Semarangan antara lain kembang cengkeh, grindilan, dan semacamnya.
Juragan cina yang terkenal didaerah antara lain The Tie Siet, Oey Kok Singh dan Oey Soe Tjoen dari Kedungwuni.
- Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen.
Kebanyakan batik yang bergaya belanda ini umumnya merupakan kain sarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa. Dikenal juga batik dengan ragam hias kartu bridge, yang merupakan permainan kartu dari kalangan Barat. Juga terdapat ragam hias berupa lambang bagi Masyarakat Eropa seperti cupido (lambang cinta), tapak kuda dan klaverblad (lambang pembawa keberuntungan). Tidak ketinggalan pula ragam hias yang didasarkan atas cerita dongengan barat seperti putrid salju, si topi merah, dan Cinderella. Sedangkan yang dinamakan ragam hias kompeni (dari Verenidge Oost-Indische Compagnie) adalah ragam hias berupa lukisan barisan serdadu dan benteng Belanda.
- Disamping batik yang bergaya Cina dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar,parang,meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya.
Dikenal juga kain batik yang mempunyai nama yang sama dengan kain batik dari Solo-Yogya seperti merak kesimpir, tambal, namun memiliki perbedaan dalam warna serta gaya ragam hias. Ragam hias yang terkenal dan merupakan khas Pekalongan adalah ragam hias Jlamprang yang mempunyai kemiripan dengan ragam hias nitik dari Solo-Yogya pada dasarnya ragam hias nitik merupakan akibat pengaruh ragam hias kain cinde (patola) dari India.
Disamping itu terdapat ragam hias terang bulan dan berbagai jenis Dhlorong hewan atau kembang. Didaerah Pekalongan ini kita temui pula batik dengan ragam hias tenunan palekat.
Beberapa nama orang terkena yang telah ikut menyumbang dalam perkembangan batik Pekalongan sebelum Perang Dunia II, baik dalam hias maupun warna, antara laindapat disebutkan : Ny. Barun Mohamad, Ny. Sastromuljono dan Ny. Fatima Sugeng.
Batik di daerah Pekalonagn banyak penggemarnya sehingga dipasarkan sampai keluar daerah seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Minahasa. Pedagang-pedagang batik dari daerah tersebut di atas, biasanya memesan batik sesuai dengan selera masing-masing sehingga batik pesenan ini mempunyai ciri khas tersendiri.
Keistimewaan daerah Pekalongan ini ialah, bahwa para pembatiknya selalu mengikuti perubahan zaman. Sebagai contoh misalnya sewaktu pendudukan Jepang mereka segera “menciptakan” batik jawa hokokai. Batik jawa hokokai adalah batik dengan ragam hias dan tata warna yang mirip ragam hias kimono Jepang. Pada umumnya kain jawa hokokai merupakan kain pagi sore. Hal ini mungkin dikarenakan waktu itu orang harus berhemat, karena pada sehelai kain orang mendapatkan dua macam ragam hias yang bersebelahan. Permukaan yang sebelah memiliki tata warna yang gelap untuk sore hari dan pada muka yang satu lagi berwarna terang atau muda untuk dipakai pada siang hari. Sedangkan sekitar tahun enam puluhan pembatik dari Pekalongan ini membuat batik rakyat dengan ragam hias yang diberi nama Trikora. Motif yang paling populer dan terkenal dari pekalongan adalah motif batik Jlamprang, selain itu ada motif tsunami, dll. Orang Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreatif batik.
Di daerah Pekalongan dan sekitarnya – Pemalang, Kaliwungu, Batang – membatik boleh dikatakan mata pencaharian pokok bagi penduduknya. Salah satu dareha pantai utara Jawa, tempat orang Cina menurut sementara ahli sejarah pertama kali mendarat di Indonesia, adalah didaerah Lasem. Dari sini mereka menyebar ke Kudus, Demak dan seterusnya. Mereka menetap didaerah sini, Karen itu sampai sekarang masih kita jumpai rumah-rumah tua berpagar tembok yang tinggi dengan tata bangunan khas Cina.
Di daerah ini mereka berasimilasi memakai busana batik antara lain sarung, kain panjang dan celana. Dan kemudian banyak diantara mereka yang menjadi juragan Batik. secara garis besar dapat dibedakan dua jenis batik lasem, yaitu batik dengan selera Cina-Batik inilah yang oleh umum dinamakan Batik Lasem-dan batik dengan selera pribumi yang umumnya merupakan batik rakyat. Batik lasem yang berselera Cina, gayanya berbeda dengan batik Cina (Lasem) dari Pekalongan, terutama dalam tata warna yang mengingatkan pada tata warna benda-benda porselin ming, merah, biru, merah-biru, dan merah-biru-hijau diatas warna putihporselin. Batik dari daerah lasem ini juga disebut dengan istilah laseman. Pemberian nama sehelai batik lasem pada umumnya berdasarkan tata warna dan bukan menurut nama ragam hiasnya, karena itulah terdapat istilah-istilah :
· Bangbangan : warna latar putih (ecru), ragam hias merah atau sebaliknya.
· Kelengan : warna latar putih (ecru), ragam hias biru atau sebaliknya.
· Bang biru : warna latar putih (ecru), ragam hias merah dan biru.
· Bang biru ijo : warna latar putih (ecru), ragam hias merah biru dan hijau.
Tata warna ini merupakan khas batik Cina Lasem dan pada batik ini umumnya tidak terdapat warna sogan. Batik lasem terkenal akan merahnya (merah darah) dan didaerah ini tidak akan dijumpai warna–warna lain seperti ungu, rose, hijau muda dan lain lain seperti terdapat pada kain encim batik Pekalongan.
Dahulu sering batik didaerah lain, warna merahnya dicelupkan di Lasem seperti misalnya batik Gendologiri dari Solo warna merahnya dicelupkan di Lasem. Demikian pula batik tiga negeri yang dahulunya adalah batik yang dicelup ditiga tempat, warna sogan di Solo, warna merah di Lasem, dan warna Biru di Pekalongan. Batik yang berselerakan pribumi dan merupakan batik dari rakyat adalah batik sogan dengan tatawarna merah, biru, dan hijau dibuat dibagian Kota lasem yang disebut kauman dan suditan. Mereka menanamkan batik sogan dengan sebutan kendoro kendiri. Masih ada satu didaerah Lasem yang mempunyai kekhasan dalam ragam hias, yaitu daerah baganan. Ragam hias dari daerah baganan ini teridiri hanya dari ragam hias yang mereka sebut Tutul. Sejumlah ragam hias dan warna batik lasem sepintas lalu mengingatkan kita pada batik dari daerah Indramayu, jambi, Cirebon, dan Madura. Menurut sejarah, pada zaman dahulu memang ada hubungan dagang yang ramai antara daerah-daerah tersebut. Jadi tidak mengherankan bila terjadi saling mempengaruhi baik dalam ragam hias maupun warna yang sesuai dengan gaya, selera dan kegunaan dari masing-masing daerah. Batik lasem sangat digemari didaerah Sumatera Barat, Palembang, Jambi dan Sulawesi Utara. Itulah sebabnya banyak pesanan terhadap batik lasem dari daerah daerah ini dengan mengalami sedikit perubahan menurut selera dan keperluan daerah masing-masing, seperti misalnya selendang yang berukuran lebih besar dan daster untuk daerah Sumatera sebagaimana Lazim dipakai didaerah ini.
Ragam hias tradisional Solo-Yogya seperti sawat atau lar, kawung, parang dan sebagainya terlihat pula pada batik lasem. Baik pada batik masyarakat Cina maupun batik rakyat, meskipun tidak terlihat secara utuh. Umunya pada kain panjang lasem – terutama kain batik untuk konsumsi daerah Sumatera selalu terdapat tumpal dikedua ujung kainnya dan pada kedua sisi kain terdapat ragam hias pinggiran, biasanya tata warna tumpal berbeda sedemikian rupa, sehingga satu diapakai untuk malam (tata warna gelap) dan satu lagi dipakai untuk siang hari (tata warna terang cerah). Sering pula ragam hias kedua tumpal ini berbeda sama sekali. Semua dengan maksud, supaya si pemakai dapat menggunakan variasi yang berbeda dalam pemakaian sehelai kain Lasem. Tumpal atau kepala kain batik Lasem biasanya berbentuk pucuk rebung yang diisi berbagai ragam hias kebuadayaan Cina, seperti Banji, kilin, burung hong, kupu-kupu, dan sebgainya. Jarang yang bertumapal buket seperti halnya pada batik encim Pekalongan.
Pembatikan di daerah Lasem banyak yang dikerjakan penduduk sebagai pekerjaan sambilan disamping bertani. Namun batik yang halus dan tinggi mutu pembatikannya ditangani oleh juragan batik keturunan Cina dan dikerjakan oleh pembatik-pembatik terpilih. Biasanya pembatik-pembatik ini sudah merupakan pekerja tetap dari juragan batik bersangkutan.
Tulisan ini merupakan kutipan dari berbagai sumber antara lain:
- Majalah Pesona Muda Vol.26 Th.2010;
- Dll
Contoh Motif Batik Pekalongan
Batik Pekalongan Cap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar